RSS

Saturday, April 30, 2011

"AKU MAHU KELUAR TARBIYAH..!!!"

“Ustadz, dulu ana merasa semangat dalam dakwah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar. Ukhuwah makin kering. Bahkan ana melihat ternyata ikhwah banyak pula yang aneh-aneh.” Begitu keluh kesah seorang mad’u kepada murabbinya di suatu malam.

Sang murabbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalam diri mad’unya. “Lalu, apa yang ingin antum lakukan setelah merasakan semua itu?” sahut sang murabbi setelah sesaat termenung.

“Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tidak islami. Juga dengan organisasi dakwah yang ana geluti, kaku dan sering mematikan potensi anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana mendingan sendiri saja…” jawab mad’u itu.

Sang murabbi termenung kembali. Tidak tampak raut terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah diketahuinya sejak awal.

“Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengarungi lautan luas. Kapal itu ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang akan antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan?” tanya sang murabbi dengan kiasan bermakna dalam.

Sang mad’u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan yang amat tepat. “Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan?” sang murabbi mencoba memberi opsi. “Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan ikan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenang hingga tujuan? Bagaimana bila ikan hiu datang? Darimana antum mendapat makan dan minum? Bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin?” serentetan pertanyaan dihamparkan di hadapan sang mad’u.

Tak ayal, sang mad’u menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadung memuncak, namun sang murabbi yang dihormatinya justru tidak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya. “Akhi, apakah antum masih merasa bahwa jalan dakwah adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah?” Pertanyaan menohok ini menghujam jiwa sang mad’u. Ia hanya mengangguk.

“Bagaimana bila temyata mobil yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu temyata mogok? Antum akan berjalan kaki meninggalkan mobil itu tergeletak di jalan, atau mencoba memperbaikinya?” tanya sang murabbi lagi.

Sang mad’u tetap terdiam dalam sesenggukan tangis perlahannya. Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, “Cukup ustadz, cukup. Ana sadar. Maafkan ana. Ana akan tetap istiqamah. Ana berdakwah bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diperhatikan…”

“Biarlah yang lain dengan urusan pribadi masing-masing. Ana akan tetap berjalan dalam dakwah ini. Dan hanya Allah saja yang akan membahagiakan ana kelak dengan janji-janji-Nya. Biarlah segala kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana”, sang mad’u berazzam di hadapan murabbi yang semakin dihormatinya.

Sang murabbi tersenyum. “Akhi, jama’ah ini adalah jama’ah manusia. Mereka adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan. Tapi di balik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menyambut seruan Allah untuk berdakwah. Dengan begitu, mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik pilihan Allah.”

“Bila ada satu dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itu mendominasi perasaan antum. Sebagaimana Allah ta’ala menghapus dosa manusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata antum dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap dakwah selama ini. Karena di mata Allah, belum tentu antum lebih baik dari mereka.”

“Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap ketidak-sepakatan selalu disikapi dengan jalan itu, maka kapankah dakwah ini dapat berjalan dengan baik?” sambungnya panjang lebar. “Kita bukan sekedar pengamat yang hanya bisa berkomentar. Atau hanya pandai menuding-nuding sebuah kesalahan. Kalau hanya itu, orang kafirpun bisa melakukannya. Tapi kita adalah da’i. Kita adalah khalifah. Kitalah yang diserahi amanat oleh Allah untuk membenahi
masalah-masalah di muka bumi. Bukan hanya mengeksposnya, yang bisa jadi justru semakin memperuncing masalah.”

“Jangan sampai, kita seperti menyiram bensin ke sebuah bara api. Bara yang tadinya kecil tak bernilai, bisa menjelma menjadi nyala api yang membakar apa saja. Termasuk kita sendiri!” Sang mad’u termenung merenungi setiap kalimat murabbinya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal tetap bergelayut dihatinya.

“Tapi bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi dakwah dengan kapasitas ana yang lemah ini?” sebuah pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.

“Siapa bilang kapasitas antum lemah? Apakah Allah mewahyukan begitu kepada antum? Semua manusia punya kapasitas yang berbeda. Namun tidak ada yang bisa menilai, bahwa yang satu lebih baik dari yang lain!” sahut sang murabbi.

“Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiah dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang kepada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang beriman. Bila ada sebuah isu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghil (dengki, benci, iri hati) antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaannya.”

Suasana dialog itu mulai mencair. Semakin lama, pembicaraan melebar dengan akrabnya. Tak terasa, kokok ayam jantan memecah suasana. Sang mad’u bergegas mengambil wudhu untuk qiyamullail malam itu. Sang murabbi sibuk membangunkan beberapa mad’unya yang lain dari asyik tidurnya.

Malam itu, sang mad’u menyadari kekhilafannya. Ia bertekad untuk tetap berputar bersama jama’ah dalam mengarungi jalan dakwah. Pencerahan diperolehnya. Demikian juga yang diharapkan dari Antum/antunna yang membaca tulisan ini.. Insya Allah kita tetap istiqamah di jalan dakwah ini.. Dalam samudera tarbiyah ini..

Wallahu a’lam.

sumber: Majalah Al-Izzah, No. 07/Th.4 (dengan perubahan seperlunya)

*dipetik dari rangkai mesej PENEBAR TAUSIYAH.


****************

Assalamua'alaikum wbt..
Suatu ketika dahulu..di awal waktu memasuki dunia pentarbiyahan, pernah terlintas di benak pemikiran utk meninggalkan jalan ni. Dek kerana kurang mengerti, iman yg masih lemah, ujian yg sering mendatang..mendorong diri utk memihak pd pilihan nafsu.. Alhamdulillah segala puji bgi Allah yg telah menarik balik apa yg terlintas utk tdk terus meninggalkannya, tp memberi sedikit ruang & waktu utk lebih mengenalinya.. tarbiyah bukanlah segala-galanya, tapi segala-galanya bermula dgn tarbiyah.. tarbiyah mengenalkanku erti kasih sayang..tarbiyah mengajarkanku erti pengorbanan..tarbiyah memperlihatkanku dunia Islam..tarbiyah juga menjelaskanku erti perjuangan..ya..Islam sama sekali tidak perlukan kita, kerana pastinya Islam akan menang dgn bantuan Allah SWT..tp kita yg sebenarnya sgt2 memerlukan Islam utk meraih syurga yg abadi..syurga yg xkan mampu dimiliki melainkan dgn izin & rahmat Allah taala..
Buat akhawat yg disayangi fillah..nasihatilah diri ini sentiasa kerana diri ini masih lgi belum kuat utk berdiri sendiri.. betulkanlah dikala tersalah..tariklah dikala menjauh.. pandulah ke jalan yg lurus dikala tersasar..maafkanlah atas kesilapan yg dilakukan.. doaku smoga kita terus tsabat & diberi kekuatan dlm meniti jalan ini.. Moga perasaan yg lahir dri hati adalah kerana Allah taala..

Wallahu'alam..

Thursday, April 28, 2011

Salam Perkenalan..


Bismillahirrahmanirrahim..

Segala puji besar-besaran buat Allah SWT kerana dgn limpah kurnia serta rahmatNya, yg telah mengurniakan diri ini ni'mat yg paling besar iaitu Allah ialah Tuhanku, Islam agamaku, iman dihatiku, kesihatan yg baik, akal yg waras, serta rezeki yg berpanjangan & pelbagai ni'mat lain yg xkan dpt dihitung wpun ditulis dgn air sebanyak lautan. Selawat & salam buat kekasih Allah iaitu Nabi Muhammad s.a.w junjungan kita serta kaum kerabat & para sahabat baginda.

Hari demi hari, minggu berganti minggu, bulan silih berganti, tahun menghampiri usianya,
akhirnya tercapai juga hasrat utk mewujudkan blog sendiri. Mohon maaf buat saudara-saudara ana yg ternanti2 ingin menjenguk blog kepunyaan sendiri. Bukanlah sengaja ingin mengecewakan, jauh sekali untuk menyakitkan hati, cuma waktu tidak begitu mengizinkan. Ana bukanlah berhati seni, mohon maaf jika ada terkasar bahasa sepanjang penulisan blog ini nanti. 

Sedikit pengenalan tentang diri, ana berumur dalam lingkungan 20-an.
Sekarang masih lagi menyambung pelajaran di Tahun 2 di sebuah IPTA di Malaysia .
Kewujudan blog ini hanyalah sekadar perkongsian sedikit ilmu yg diperoleh dari Allah &
pengalaman hidup dgn pelbagai jenis ragam manusia yg Allah kurniakan utk mendidik diri.
Semoga setiap apa yg tertulis mampu utk memperingatkan diri serta memberi manfaat kpd yg lain..

Wallahu'alam..